PNS Jangan Ikut Berpolitik


Post by :

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined variable: user_name

Filename: limapuluhkota/v_beritadetail.php

Line Number: 263

Backtrace:

File: /var/www/clients/client42/web41/web/application/views/limapuluhkota/v_beritadetail.php
Line: 263
Function: _error_handler

File: /var/www/clients/client42/web41/web/application/controllers/Limapuluhkotaterkini.php
Line: 90
Function: view

File: /var/www/clients/client42/web41/web/index.php
Line: 315
Function: require_once

, 24 Agustus 201508:46:46
2120 dibaca

File foto tidak ditemukan !!!

Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menjaga netralitas dalam semua tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2015 mendatang. Bagi PNS yang terlibat berpolitik praktis pada pesta demokrasi tersebut, akan dikenakan sanksi  sesuai peraturan yang berlaku.

Berikut Hendri Gunawan staf Humas Setkab Lima Puluh Kota melaporkannya buat pembaca.

Tidak dipungkiri, masalah netralitas PNS merupakan salah satu sorotan yang sering muncul dalam pelaksanaan Pilkada. Bahkan pada Pilkada sebelumnya di berbagai daerah di nusantara ini, tak jarang muncul pemberitaan oknum PNS yang diduga ikut mendukung salahsatu pasangan calon.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota H. Yendri Tomas, SE, MM, baru-baru ini mengingatkan netralitas PNS merupakan harga mati.

“Kita meminta seluruh PNS di lingkungan Pemkab Lima Puluh Kota ini benar-benar bersikap netral. Jangan sampai ada aparat negara yang ikut-ikutan berpoliik praktis atau menjadi tim sukses salahsatu pasangan calon kepala daerah,” ingat Yendri.

Hal ini, kata Yendri, sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal 79 dan 80 yang menyebutkan PNS tidak dapat terlibat dalam Pilkada. Selain itu, UU Nomor 43 tahun 1999 tentang kepegawaian pasal 3 juga menyatakan dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur negara pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Begitu pula dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 9 ayat 2 yang menyebutkan pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

“Aturan PNS harus netral dari pengaruh partai politik sudah jelas diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang sampai dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara,” tutur Yendri.

Tuntutan netralitas PNS ini, lanjutnya, senantiasa sampaikannya kepada PNS dalam berbagai kesempatan seperti pada arahan apel pagi. Bagi PNS yang melanggar, akan diberi sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bentuk pelanggaran PNS dalam Pilkada itu, tambah Yendri, bisa saja dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, penggunaan fasilitas negara dan memberikan dukungan seperti kampanye terselubung dan lainnya. Keberpihakan aparatur negara itu dikhawatirkan akan mempengaruhi pelaksanaan tugas dan kewajibannya.

“Kita tidak ingin adanya pelanggaran, karena hal itu akan mempengaruhi tugas dan fungsi PNS selaku pelayan dan penyelenggara pemerintahan. Selain itu kita juga tidak ingin munculnya diskriminasi pelayanan dan pengkotakan di dalam PNS tersebut,” tutur Yendri.

Perlu diingat, tekan Yendri, pengabdian PNS itu harus diberikan kepada semua pihak, bukan hanya untuk golongan tertentu. Karenanya, semua PNS agar netral dan mengabdi secara profesional, jangan sampai terseret arus politik.

Tidak dipungkiri, PNS di daerah ini merupakan salahsatu komunitas yang memiliki jumlah relatif banyak. Keberadaannya tersebar hingga ke nagari-nagari bahkan sampai ke jorong-jorong. Pilihan seorang PNS itu tak jarang menjadi referensi bagi warga sekitarnya. Tak heran, terkadang PNS menjadi pihak yang akan didekati salahsatu kandidat dalam Pilkada.

“PNS memiliki hak pilih, maka silahkan gunakan hak pilih tersebut. Tapi jangan ikut berkampanye,” ulang Yendri sembari mengatakan bagi PNS yang mau berpolitik silahkan mengundurkan diri menjadi PNS.

Lebih jauh dijelaskan, larangan berpolitik praktis tersebut juga berlaku bagi Pegawai Harian Lepas (PHL) yang digaji dengan APBN atau APBD.

“PHL juga tidak boleh berpolitik praktis,” ujar Yendri. (hendri gunawan)

Sampaikan komentar & saran